Dika seolah-olah terkaget dengan kedatangan Lika.
“Kenapa tiba-tiba terang? Ada cahaya bintang yang datang kah? Padahal
sebentar ini aku masih tidak bisa melihat apa-apa di luar sini.”
“Kamu jangan sok memuji seperti itu, Dika. Aku salah tingkah
jadinya.”
“Haha, aku hanya bergurau, Lika. Jarang-jarang ada orang
sepertiku memujimu,” Dika tergelak.
Lika tersipu malu. Dia jarang menerima pujian, bahkan lebih
sering cemoohan. Lika juga tergelak dibuatnya. Masih ada laki-laki yang memujinya.
“Kamu memang baik. Masih menerimaku berada di sampingmu.
Walau aku tak sempurna,” Lika berkata lembut.
“Tentu. Karena aku tak akan memiliki saudara sepertimu. Kita
terlalu mirip dan jarak kita bisa dihitung. Aku sayang padamu, Lika. Ayo kita
masuk!” Dika mendorong kursi roda yang diduduki Lika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar